Pages

Blink 182

Masi menunggu kehadiran mereka di Indonesia, I Hope..

I Made nanoe Biroe

Musisi Bali yang inspiratif

Bali

Is Still Charming but have many internal problem

Friday, January 24, 2014

Sabar.. Sabar

Huuuuuffttthhh...!!


Tulisan ini asli sebuah unek².. tidak penting..!!

Orang bijak selalu memotivasi kita untuk selalu bersabar dalam menghadapi masalah, karena kata seorang putis bilang, "akan indah pada waktu-nya"

Ada benernya, tapi bener² nyesek ngejalanin saat bersabar..


Eh... mungkin ada yang penasaran, saya bicara sabar terhadap masalah apa?
Koruptor?
Bos dikantor yang sok berkuasa?
Tetangga yang ngajak ribut?
Atau teman kerja yang menyebalkan..??

Nggak..


Kalo dilihat dari tulisan-tulisan dan artikel saya sebelumnya, saya mengangkat masalah anak, kehamilan, calon ayah, bla.. bla.. 

Nah pasti ketebak dunk saat ini saya sabar dalam posisi apa?
Iya, sabar ngadepin istri yang saat ini sebagai calon ibu..

Saya bukan seorang anak ABG yang menikah dalam keadaan tidak siap, dan bukan seorang gila judi yang lupa segala hal karena keasikan di meja judi, apalagi (amit-amit) seorang pencinta wanita yang selalu bercinta dengan banyak wanita di saat istrinya hamil..

Saya hanya seorang suami dan calon ayah yang memiliki karakter emosian..


Kalo dibilang siap sebagai seorang suami dan sebagai seorang ayah, tentu saya siap..
Tapi ternyata saya belum siap menghadapi si calon ibu..

Saat saya mengetahui sebuah "kabar gembira", saya selalu baca² artikel bagaimana menjadi calon seorang ayah..
Rata² isinya kurnag lebih si suami harus bisa menjaga emosi istri yang sedang mengandung, 
bahkan di sebuah Dharma Wacana / ceramah agama pun menganjurkan hal itu.
Secara logika ya memang begitulah sebagai calon ayah, dan saya sangat mengerti akan hal itu.

Nah apa jadinya apabila seorang calon ayah yang emosian dihadapi dengan seorang calon ibu yang suka protes..??

Tentu sabar dunk.. ya iya lah demi si janin..
Tapi, katanya sabar itu ada batasnya?

Selama ini, saat ada aja yang diprotes, saya selalu sabar, saya memilih diam karena dengan diam, bagi saya, setidaknya bisa menahan diri saya sendiri untuk tidak sampai terjaid sebuah keributan yang bisa menyebabkan keluarnya kata² yang seharusnya tidak keluar, apalagi sampe ada kekerasan fisik..

Saya adalah seorang perokok, yang sudah pernah berhenti merokok dengan berat, tapi sialnya kumat lagi, saya sadar merokok itu tidak baik bagi kesehatan, apalagi kesehatan istri dan calon bayi.
Seandainya saya bisa berhenti merokok saat ini juga dengan hanya mengedipkan mata, saya tentu dengan sangat senang akan berhenti, karena merokok ga ada gunanya, tapi berattt sekali rasanya.
Istri selalu memprotes saya karena saya merokok, saya sangat mengerti dan sadar akan protes tersebut. Tapi serba salah, saya hanya bisa mengalah tidak merokok di dekatnya, saya merokok sampai keluar rumah untuk sekedar beberapa hisap, dan kembali ke rumah...
Berat.. dan sabar...


Saat istri muntah², saya yang sedang jauh dari dia, apa yang bisa saya lakukan?
Saya hanya bisa bilang lewat telpon untuk selingin makan buah, ato usap dada dan ulu hati dengan minyak anget..
Yah di cap suami tidak peka dan tidak bertanggung jawab..

Serba salah...
Kesal..?? tentu...
Apalagi saat dituduh merasa enak² sendiri disini, tidak merasakan gimana susahnya hamil..

Inget akan si janin.. jadi merasa bersalah..

Bagaimana memanage kesabaran, disaat si calon ibu selalu mempermasalahkan yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan apalagi dengan kata² yang sangat panas terdengar di telinga ini...

Jeleknya dibanding²kan dengan orang lain..
si A aja bisa begini-begini saat istrinya hamil, 
si B aja sabar ngadepin istrinya yang jauh lebih cerewet.
Bla.. bla.. bla..
Seakan² apa yang sudah kita lakukan, dia lupakan begitu saja, seperti santai² ga memperhatikan istri...
 
Disana lah saya baru sadar, kesimpulan dari artikel² yang saya baca dulu itu, si calon ibu selalu benar, karena kalo salah, jika di kritik (dengan bahasa yang halus sekalipun) pasti si calon ayah yang salah.. Hahahaha...

Saya yakin, yang kaya gini mah personal si calon ibu, ga semua calon ibu kaya gini.. Wakaka..
    

Ya sudah lah,,.


Sekali lagi, tulisan ini bukan artikel,. apalagi tips,..
1000% ini unek² atas kegalauan saya sendiri..
Jangan tiru bagaimana saya mengahadapi masalah kaya gini, sangat tidak rekomended  hihi..

Saya yakin, seiring waktu saya memetik sebuah pelajaran..
Dan setidaknya dengan menulis ini, kekesalan sedikit berkuang..

Jadi IGNORE IT...!!


Sekian aja dulu deh, saya mau nonton film inidia aja, galau galau deh sekalian... Wakakakaka...


*ngacir 


   
              

Thursday, January 9, 2014

Sebagai seorang anak dan sebagai orang tua





Suatu malam saya iseng buka-buka youtube, dan mause saya tertuju pada sebuah link video Dharma Wacana (ceramah agama) yang dibawakan oleh salah satu tokoh agama yang sudah tidak asing di Bali, yaitu Ida Pedanda Gede Made Gunung. (idapedandagunung.com)
Disini saya tidak menjelaskan tokoh beliau, teman-teman yang ingin mengetahui siapa Beliau, bisa langsung menuju link diatas.

Dalam video tersebut, Beliau memaparkan tentang konsep Catur Guru, dan lebih detil mengenai Guru Rupaka, atau dalam pengertian sederhananya adalah orang tua kita. Tokoh orang tua yang pertama kali kita temui dan diayomi semenjak kita masi ada dalam kandungan Ibu.

Sebelum saya menjelaskan tentang apa yang telah saya serap dalam video tersebut, saya ingin menjelaskan bahwa dasar saya menulis tulisan ini tidak semata-mata tentang sebuah ajaran Agama yang saya anut, Agama Hindu, saya lebih terinspirasi bagaimana kita sebagai seorang anak, dan bagaimana nantinya kita sebagai orang tua, yang kebetulan dasar ceramah agama tersebut adalah Agama Hindu. Apa yang saya tulis disini adalah hasil inspirasi yang saya tangkap dari Dharma Wacana tersebut, tentu dengan bahasa dan gaya penulisan saya sendiri, tanpa ada maksud menambahkan atau melebihkan, walapun kenyataannya pasti ada yang lebih dan kurangnya..


Baik, saya mulai saja..
Salah satu video yang saya tonton ada dibawah ini.. ada 6 bagian video.





Entah kebetulan atau tidak, saat saya menonton video ini, temanya sangat pas dengan apa yang saya alami sekarang. Pas dalam kondisi saya saat ini sedang dalam posisi sebagai anak tentunya, dan yang lebih pas lagi adalah, saya akan menjadi seorang ayah dari calon bayi yang dikandung istri saya.
Ida Pedanda memaparkan secara rinci dan mudah dicerna tentang dari dasar Guru Rupaka, bagaimana dasar sebuah pernikahan dan bagaimana bisa adanya sebuah kelahiran, sampai bagaimana mendidik anak sebagai orang tua yang baik.

Beliau memulai dari konsep pernikahan, pernikahan ada karena adanya jodoh. Mungkin banyak orang yakin "Jodoh ada di tangan Tuhan", yang memang begitu adanya. Saat kita lahir kita tidak tau siapa jodoh kita. Dalam sebuah sastra Hindu, Beliau menjelaskan, tertuang sebuah asal muasal bagaimana jodoh itu terjadi. Roh/atman yang telah meninggalkan raga, di alam sana akan menemui tempat yang disebut istilah "titi ugal agil" yaitu sebuah jembatan yang harus dilewati roh, dimana apabila hidupnya dulu baik, maka roh tersebut akan dapat melewati jembatan itu, dan sebaliknya, apabila dalam hidupnya dulu melakukan ketidakbenaran, maka akan terjatuh kedalam kawah. (ini adalah salah satu konsep ajaran dalam Agama Hindu). Nah apa hubungannya jodoh dengan jembatan ini..? Diceritakan dalam sastra tersebut, yang dipaparkan oleh Ida Pedanda, roh/atma dialam sana tidak berjenis kelamin pria maupun wanita, lelaki ataupun perempuan, yang ada adalah roh yang berani dan takut, berani/takut dalam hal melewati jembatan tersebut, yang berani akan membantu yang takut untuk melewati jembatan, nah disanalah roh yang takut berjanji membalas budi, di kelahiran nanti akan bertemu.
Itulah jodoh, saat lahir sudah ditentukan dengan siapa seseorang akan bertemu. Nah, yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana dengan pernikahan yang lebih dari sekali, atau bersitri lebih dari satu sekaligus,..?? Sayang sekali Ida Pedanda (mungkin) lupa menjelaskan tersebut, padahal saya sendiri penasaran, apa iya dulu ngebantu banyak roh yang takut di jembatan,.. Hehe.. pemikiran dan analogi orang awam :D

  
Lanjut lagi mengenai pernikahan, 
Untuk melanjutkan sebuah keturunan, jalan yang harus ditempuh adalah pernikahan, ada 3 jenis pernikahan yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari :
  1. Pernikahan Dharma, yaitu pernikahan dengan jalan yang benar, pernikahan atas dasar cinta, siap akan sebuah pernikahan dengan tujuan hidup bersama suka maupun duka membentuk sebuah keluarga dan melanjutkan keturunan. Saya yakin setiap agama pasti mengajarkan sebuah pernikahan yang benar, hanya bena istilah dan cara.
  2. Pernikahan Artha, yaitu pernikahan yang berdasarkan harta, sudah jelas fakta yang bisa kita lihat saat ini, motivasi menikah hanya dengan melihat kekayaan semata, pernikahan akan utuh selama masi ada kekayaan.
  3. Pernikahan Kama, yaitu pernikahan yang berdasarkan hawa nafsu, tanpa mempersiapkan bagaimana membentuk sebuah keluarga nantinya, hal ini juga sering kita jumpai di masyarakat saat ini.    

Sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat, "hamili dulu si perempuan agar tau apakah nanti bisa punya anak apa tidak", Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran agama, hindarilah.. Anak adalah anugerah dari Tuhan, dapat atau tidak itu juga karena karma kita, kita tidak bisa mempermainkan kaum perempuan dalam kondisi tersebut.. Itulah salah satu pesan Ida Pedanda dalam memaparkan sebuah pernikahan yang harus dihindari.


Lanjut lagi..

Setelah pernikahan, barulah beranjak ke tahap mempunyai anak, karena seperti itulah tahap yang seharusnya.. 
Nah pembahasan ini sangat menarik perhatian saya, bagaimana calon orang tua mempersiapkan si anak. Mendidik anak sudah menjadi tanggung jawab kedua orang tua.
Menurut Ida Pedanda, mendidik anak bisa dilakukan dengan 2 tahap, yaitu sebelum kelahiran (Prenatal) dan setelah kelahiran. Pendidikan prenatal banyak dibahas dalam artikel-artikel yang bisa teman-teman baca di internet. Bahakan pendidikan prenatal dikhususkan menurut ajaran agama A agama B dan agama lainnya. Yang menarik perhatian saya adalah konsep logika saja. Pakaha masuk akal atau tidak.

Saya sebelumnya belum pernah mendengar bagaimana mendidik anak selama masi dalam kandungan, bagaimana bisa??  Bahkan istri saya pun juga bertanya, bagaimana caranya? Selama ini yang kami tanam dalam diri kami sebagai calon orang tua adalah bagaiamana memberi gizi yang baik kepada calon bayi agar nanti si bayi lahir sehat, hanya itu.
Ida Pedanda mulai memaparkan secara gamblang bagaimana mendidik anak sebelum kelahiran. Yang saya tangkap adalah kunci tetap ada di kedua orang tua. Pertama bagi si calon ayah. Pernah ga teman-teman mendengar tentang psikologis ibu yang hamil harus dijaga? ya disanalah kuncinya. Seorang suami/calon ayah harus bisa menjaga emosi dan psikologi sayng istri/calon Ibu. Menemani, mendengarkan keluh kesah, selalu setia mendampingi, dan lain sebagainya yang bisa membuat emosi dan psikologi sang calon Ibu tenang atau tidak stress.  Disanalah kesabaran seorang suami diuji :)
Nah apa hubungannya emosi sang ibu dengan mendidik si calon bayi??






Secara logika, apa yang sang ibu terima, itulah yang ditangkap oleh sang calon bayi, seperti halnya makanan, apa yang ibu makan dan minum, itulah gizi yang akan diserap oleh sang bayi. Kata-kata, perasaan, dan segala stimulus yang diterima sang calon ibu, apabila diterima halus, maka sang bayi kelak akan mejadi halus, dan sebaliknya, apabila sang ibu sering menerima kata-kata kasar, tekanan batin apalagi kekerasan fisik, sang calon bayi juga akan menerima pesan-pesan yang negatif, janin bisa diibaratkan sebuah media penyimpanan data yang sudah bisa merekam segala stimulus yang diterima lewat sang Ibu.  Sang Ibu juga lebih baik mengindari tontonan yang memiliki kandungan negatif, seperti sinetron-sinetron yang mengumbar kebencian, film horor atau film dengan konten sadis,  karena hal tersebut direkam oleh mata sang ibu yang nantinya bisa terkirim dan direkam oleh si janin. Segala info yang masuk dari panca indera sang Ibu akan terekam oleh si bayi yang nantinya akan memicu karakter maupun prilaku si bayi nanti.

Ada beberapa metode yang sudah lazim saat ini tentang bagaimana memberi stimulus kepada bayi dalam kandungan, salah satunya dengan musik-musik yang memiliki kandungan positif. Secara fisik, bayi mulai melatih indra pendengarannya, juga si bayi bisa lebih tenang...Tapi yang menjadi tujuan utama mendengarkan lagu-lagu ini adalah si Ibu juga harus relaks dan tenang, karena si bayi juga akan ikut tenang.. Tentu saya sebagai calon ayah akan memulai menggunakan metode-metode ini.       



Selanjutnya setelah melahirkan,,
Menurut Ida Pedanda, ada beberapa tahapan dalam memperlakukan atau mendidik anak kita setelah lahir.
  1. Umur 0 - 3 bulan, perlakukanlah seperti dewa, benar-benar kita hormati dan kita sentuh dengan kasih sayang. Semua yang bayi lakukan pasti akan kita maklumi, menangis, tertawa, kencing, dsb, semuanya harus kita layani dengan penuh kasih sayang
  2. Umur lewat 3 bulan - 6/7 tahun, perlakukanlah anak seperti raja, ikuti semua permintaannya seperti seorang raja. Karena umur segitu adalah tumbuh masa egoisnya. 
  3. Umur sampai 13 tahun, perlakukanlah anak sebagai budak, budak dalam hal dalam batas kewajaran mendidik, tujuannya agar si anak tidak manja, sadar akan tanggung jawab dan kewajibannya. Tidak lagi seperti raja yang semua keinginannya harus dipenuhi.
  4. Umur 13 tahun keatas, perlakukanlah anak sebagai teman, ajak diskusi, mendengarkan pendapat, saling berbagi. Karena sekitar umur remaja ini anak sudah mulai mengenal lingkukan luar, dia sudah tau mana benar mana tidak benar, orang tua cukup mengingatkan dengan pendekatan sebagai teman.


Ada pesan dari Ida Pedanda, sebagai calon orang tua, belajarlah bernyanyi, bernyayi untuk anak kita, ga perlu bagus kalo ga bisa nyanyi, yang penting bisa didengar halus oleh anak kita, karena lewat nyanyian pesan moral bisa ditangkap sang anak dibawah alam sadarnya.


Ada satu tembang anak-anak Bali yang coba Ida Pedanda angkat sebagai contoh, yaitu "Putri Cening Ayu"
Walaupun saya anak cowo, dan saya tidak ingat jelas dulu seperti apa, tapi saya masi inget Ibu sering menyanyikan lagu ini saat saya sebelum tidur. Walopun tetap saya tidak begitu tau persis pesan moral lagu itu seperti apa.
Liriknya sebagai berikut :

Putri Cening Ayu Ngijeng Cening jumah
Meme luas malu Ke peken meb'lanje
Apang ade daharan nasi

Meme tiang ngiring, Nongos ngijeng jumah
Sambilan mekumpul Ajak titiang dadue
Ditekani nyen gap gapin

Pelalian Cening Kotak wadah gerip
Jaje megenepan Ane luwung luwung
Bunge melah melah Ambunane sarwe miyik

Saya coba translatekan ke bahasa Indonesia :

Putri Cening Ayu, diam kamu di rumah
Ibu pergi ke pasar berbelanja
Agar ada lauk makan 

Ibu saya nurut, diam tinggal di rumah
Sambil berkumpul kami berdua
Dipulangnya bawakan oleh-oleh

Mainan kamu sebuah kotak
Banyak kue yang enak-enak
Bunga yang bagus-bagus dan beraroma harum


Pesan moralnya :

Putri Cening Ayu, diam kamu di rumah
Ibu pergi ke pasar berbelanja
Agar ada lauk makan

Si anak diberikan tanggung jawab untuk menjaga rumah saat orang tua pergi mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.


Ibu saya nurut, diam tinggal di rumah
Sambil berkumpul kami berdua
Dipulangnya bawakan oleh-oleh

Si anak tunduk dan patuh terhadap orang tua bertanggung jawab menjaga rumah, sambil melakukan pekerjaan.
Dipulangnya meminta hak, karena tanggung jawab sudah dilakukan
           


Ya kurang lebih seperti itulah pesan moralnya,.,. Hehe,., :D





Selain itu, ada sedikit tips dari Ida Pedanda, 
Cobalah sesekali memberi makan anak kita dari hasil kunyahan kita, karena makanan tersebut tercampur air liur orang tua kita, karena air liur sangat berkhasiat, secara psikologis, ada hubungan bathin antara anak dan orang tua.
Saya sendiri sih baru mendengar tips ini, saya sering makan hasil kunyahan orang tua dulu, ternyata hal itu ada maksudnya, walaupun mungkin orang tua saya dulu tidak tau maksudnya, yang diketahui mungkin hanya karena sang anak belum bisa mengunyah, tapi ternyata diluar itu, air liur orang tua sangat berkhasiat bagi sang anak.. 


Demikianlah yang saya tangkap dari Dharma Wacana tersebut mengenai posisi kita sebagai orang tua, mulai dari jodoh dan pernikahan sampai bagaimana kita membentuk dan mendidik anak.





Lalu kita flashback kebelakang, bagaimana kita menjadi seorang anak?? 
Saat saya masi kecil, saya benar-benar belum tau bagaimana sayangnya orang tua kepada saya, yang saya tau, saya minta uang untuk mendapatkan hal-hal yang saya inginkan. Saya baru sadar saat saya merantau dan jauh dari orang tua, mulai hidup dan mencari makan sendiri, dari sanalah saya mulai mengerti pengorbanan dan kasih saya orang tua. Apalagi saat ini, betapa saya merasakan bahagia dan terharu akan menjadi seorang ayah, mungkin bahagia seperti ini juga yang dirasakan orang tua saya dulu saat kehadiran saya di kehirupan kedua orang tua saya.

Sudah tidak bisa dipungkiri lagi, Ibu memperjuangkan seluruh hidup jiwa darah dan seluruh kemampuannya untuk melahirkan kita, mulai dari menjaga dari kandungan. Tidak ada yang bisa membayar dan mengganti jasa Ibu kita.
Ada istilah dalam bahasa Bali "Megantung Bok akatih", bergatung pada satu batang rambut. Saya ga begitu paham akan istilah ini, tapi kalo diartikan luas, artinya pengorbanan ibu melahirkan kita, seperti halnya lagu yang dibawakan nanoe Biroe, yang berjudul Megantung bok akatih
Orang tua kita tidak membutuhkan balas budi material, tapi balas budi secara rohani, kasih sayang dan hormat kita yang mereka inginkan. Saya yakin, walapun saat ini saya bukan orang sukses, tapi setidaknya saya berusaha tidak menyakiti ataupun membebani orang tua saya, karena hanya itu yang bisa saya lakukan, karena dengan apapun saya tidak bisa membayar semua yang telah orang tua saya berikan kepada saya. :)





Ida Pedanda  memberikan nasehat, 

"Jangan pernah menyakiti orang tua kita, karena karma akan tetap berjalan, kelak, anakmu lah yang akan menyakitimu, akan terus berantai. Yakin tidak yakin, karma tetap berjalan."
  


Secara pribadi, nasehat yang diutarakan tersebut benar terbukti adanya dengan apa yang saya saksikan langsung dalam kehidupan saya, tidak perlu saya jelaskan bagaimana detailnya, yang pasti, ada rantai karma orang tua yang dulunya berani terhadap orang tua, dan setelah dia menjadi orang tua, dia diperlakukan kasar oleh anaknya.. Benar,, Karmapala tetap berjalan..

Saya masih ingat di kepala saya, saat saya kecil dan bandel banget, sering melawan apa yang ibu saya bilang, Ibu saya selalu bilang, "Ya berani kamu sama ibu, nanti kamu akan punya anak yang lebih berani ngelawan kamu"
Saya masi inget kata-kata Ibu itu.. :)
Ya namanya anak kecil, nasehat sering mental, tapi ternyata pesan itu ga berarti tidak didengarkan, masi tertanam dalam memori anak saat kecil yang bisa teringat suatu saat nanti..   





Jika diberikan pertanyaan :
"Adakah orang yang kesakitan, tapi dia senang dan bahagia?" dan, 
"Adakah orang yang kepalanya dikencingi orang lain, dia akan tertawa senang..?"

Secara umuum jawabannya pasti tidak ada..
Tapi jika kita ingat kedua orang kita, kita pasti akan menjawab : ADA..!! 
Iya, kedua orang tua kita..
Saat ibu kita kesakitan setelah melahirkan kita, beliau akan menangis terharu bahagia dan senang setelah melihat anaknya lahir ke dunia.
Saat kita masi bayi, saat kita kencing, tanpa kita sadari air kencing kita jatuh membasahi kepala ayah kita, beliau pasti akan tertawa... 

Seperti itulah kedua orang tua kita..



Mungkin tidak banyak dan tidak detail yang saya tuliskan disini, saya bukan seorang yang sudah memiliki pengalaman banyak mengenai bagaimana menjadi anak, apalagi menjadi orang tua, setidaknya video dharma wacana diatas sangat menginspirasi saya. Saya bisa mempersiapkan diri menjadi seorang ayah, dan saya masi belum terlambat untuk meminta maaf dan tetap berbhakti kepada orang tua saya.


Akhir tulisan ini..
Saya mohon maaf untuk pembaca non Hindu, tanpa ada maksud negatif, jikalau ada hal postif yang menurut teman-teman layak dijalankan, ya jalankanlah..
Begitu juga halnya teman-teman yang beragama Hindu, tidak ada paksaan dalam agama kita untuk mengikuti suatu ajaran, semua kita yang menjalani, baik buruknya, karena keyakinan kita, karmapala tetap bejalan..



Salam :)